Sebuah masa lalu

7/21/2010 12:51:00 PM
Aku mulai membuka laptopku lagi dan mulai mengetik lagi. Siang ini matahari terasa begitu menyengat. Mungkin sebagian orang sekarang memilih untuk berdiam diri di rumah atau di kamar mereka masing-masing, sama seperti aku sekarang. Di sinilah aku, di kamar yang selalu jadi tempat yang sangat amat tepat untuk berdiam diri dan merenung (Ya... seberapapun berantakannya, kamarku tetap jadi tempat merenung yang tepat). Radio tua di kamarku masih memutar lagu yang makin menambah hangat siang ini. aku masih berleha-leha berbaring di atas tempat tidur sambil menatap kosong langit-langit. Menatap kosong sebuah masa lalu. Ada rasa sakit setiap aku mengingat lagi masa lalu itu, tapi juga ada rasa hangat di sana. Terkadang aku berpikir, kenapa Tuhan menginginkan semua itu sementara Dia sudah tahu kalau akhirnya aku akan sakit?! Sangat sakit malah. Sebenarnya adalah hal yang bodoh jika aku terus menerus menangis untuk sesuatu yang sudah jelas tidak akan kembali lagi ke tanganku. Tapi tangis itu selalu ada. selalu ada dalam jiwaku walaupun tetes air mata itu tidak pernah ada. Entah kenapa. Mungkin karena aku sudah terlalu lelah menangis atau aku sudah lupa bagaimana caranya menangis.

sebenarnya sudah jelas sekarang. Seberapa jauhnya aku berlari, aku terima atau tidak, masa lalu itu akan terus aku bawa sampai mati. Mungkin Tuhan menginginkan aku agar tahu apa itu sakit agar aku tahu tahu apa itu bahagia atau mungkin agar aku menelan semua rasa sakit itu dan menjadikannya hal yang biasa.

Tidak ada yang tahu siapa yang sebeanarnya salah untuk ini semua. Apa yang medorongku untuk melakukannya untuk melakukan semua itu hingga menghasilkan sebuah masa lalu yang aku sendiri bingung sebenarnya aku menginginkannya atau tidak.

Masa lalu itu lebih sering muncul belakangan ini. Rasa hangat yang biasanya muncul berubah jadi rasa marah. Bayang-bayang yang selalu jadi obsesi, muncul lagi dan semakin jelas sekarang. Kalau aku bisa memilih untuk melangkah lebih jauh untuk meraih obsesi itu, mungkin tidak akan ada masa lalu yang sekarang aku tatap dengan kosong ini. Rasa sudah bercampur. Aku sudah tidak tahu lagi apa yang aku rasakan sebenarnya terhadap masa lalu ini. Rasa marahkah? sedih? Bahagia? Rela melepaskan semuanya? Atau malah menjadi obsesi yang lebih kuat? kemanapun aku melangkah, masa lalu itu akan terus mengikutiku sampai aku mati.

Kenapa Tuhan tidak menghujamkan panah ke masa lalu itu hingga menghapusnya dari hidupku. Mungkin benar aku mengambil langkah yang salah di masa lalu itu, hingga membuat noda yang sangat besar dalam hidupku. Tapi, tunggu. Apa benar masa lalu itu adalah noda? Aku sendiri yang mengambil langkah itu dan aku sangat bahagia saat obsesi itu ada di tanganku. Aku yang menginginkannya hingga membuatku tidak pernah sebahagia itu sebelumnya. Tapi, apa yang dilakukan obsesi itu terhadapku. Atas nama masa depan yang lebih baik dan agar tidak saling menyakiti, obsesi itu pergi. Pergi mencari orang lain yang punya tempat kosong untuk menyimpan obsesi itu atau mungkin untuk orang yang obsesinya sama besarnya seperti aku.

Obsesi itu memang baik. sangat baik. "Tinggikan lagi mimpimu hingga kau bisa mendapatkan obsesi yang lain dan jauh lebih baik dari obsesimu yang lalu".

Tidak ada yang salah dari semua itu. Tidak ada yang menyuruh obsesi itu untuk tinggal. Tapi siapa yang bisa menyangka rasa sakit itu akan muncul dengan membawa ketidakrelaan yang besar untuk semua itu.

Tidak ada yang tahu kapan masa lalu itu akan benar-benanr ku anggap sebagai hal yang biasa untuk hidupku. Seakrang ini aku hanya ingin berlari, berlari terus sampai aku tidak tahu lagi sudah seberapa jauh aku berlari.

No comments:

Zulfasari. Powered by Blogger.