Terserah

11 years ago

Semua orang atau mungkin hanya hampir semua di antara kita pernah berpikir, mendengar, atau berkata, "Terserah".
Mari saya buatkan contoh untuk Anda. Dari tulisan-tulisan saya sebelumnya, saya belum pernah memperkenalkan diri. Dalam konteks tulisan ini, mari perkenalkan diri saya sebagai seseorang yang sangat suka menonton film. Saya juga suka mengomentari film yang sudah saya tonton. Untuk memperhalus kata memuji, mengeritik, atau mencaci, lebih baik saya pakai kata "mengomentari". Hobi saya menonton dan mengomentari, tidak serta merta membuat saya pintar membuat film, menulis skenario, dan bermain peran. Mungkin Anda mengira saya hanya bisa menonton dan mengeritik. Tentu jawaban yang paling tidak atau belum bisa terbantahkan untuk membela diri adalah,  "Terserah. Itu adalah hak saya dan terserah kepada interpretasi Anda masing - masing mengenai saya"

Mari saya lanjutkan tulisan ini. Saya sebenarnya sudah hampir muak atau mungkin saya terlalu muda untuk bisa paham ketika ada komentar mengenai isi dan makna film yang berkata, "Semua terserah penonton. Masing-masing penonton punya hak untuk menginterpretasi dan semua interpretasi sah. Saya sebagai pembuat film ya... ingin buat film saja. Ide saya "A", tapi jika penonton punya interpretasi lain, itu sah. Saya hanya ingin buat film. Film ini bisa tentang ide A, B, C".
Lantas, kesimpulan apa yang bisa ditangkap dari komentar ini? Bagi saya jawabannya, "Semuanya bebas". Lalu, apa salahnya? Satu sisi tidak ada yang salah. Istilah "The Death of The Author" juga pernah muncul dan dipakai hingga sekarang.

Namun, di sisi lain. Hal semacam ini bisa saja menjadi tameng. Si pembuat film bisa jadi tidak paham dengan apa yang dia produksi dan sajikan. Akhirnya? Jawaban pamungkas yang membuat Anda paling tidak sedikit menutupi kebodohan atau ingin membuat Anda terlihat sangat cerdas adalah kata-kata yang dapat disimpulkan sebagai "Terserah" tadi.

Lucu. Bagi saya ini terlihat sangat lucu. Agar Anda terlihat bijak dan cerdas, lakukanlah beberapa langkah berikut:

1. Pilihlah kata-kata sulit sebanyak mungkin. Tidak penting Anda mengetahui artinya atau tidak. Semakin sering Anda membuat kening orang lain berkerut, Anda semakin terlihat cerdas.

2. Jika Anda seniman atau sineas yang terobsesi dengan idealisme atau hal-hal absurd, buatlah sebanyak mungkin kerumitan atau ketidakjelasan dalam karya Anda. Anda sendiri tidak tahu maknanya? Tidak masalah. Yang jelas, semakin sering Anda membuat orang lain bingung dan kening mereka semakin berkerut, Anda berhasil membuat diri Anda merasa sangat cerdas.

3. Ketika muncul pertanyaan yang menyangkut makna film Anda, jawablah dengan kalimat pamungkas, "Tiap interpretasi penonton itu SAH"

Lagi-lagi, lucu rasanya ketika baik dan buruk rasanya makin tak punya ruang karena kata "Terserah" ini. Semakin lama rasanya semakin banyak orang yang terobsesi untuk terlihat pintar, idealis, dan senang membuat orang lain mengerutkan dahi. Tunggu dulu. Saya juga bukan penonton film yang hanya menilai film ini bagus atau jelek. Saya berusaha melihat sesuatu tidak dari sisi hitam dan putih saja.

Lantas, siapa saya dan apa maksud tulisan ini? Semua terserah pendapat Anda. Aha! "Terserah" mengambil alih kembali.

Sekian

Jakarta, 15 November 2013

No comments:

Zulfasari. Powered by Blogger.