In The Mood for Love (2000)
Title : In The Mood for Love
Director : Wong Kar Wai
Cast : Tony Leung, Maggie Cheung
Year : 2000
Genre : Drama, Romance
Country : Hong Kong
Apa artinya sebuah pernikahan jika pada akhirnya kekosongan juga yang hadir di dalamnya?
Perasaan senasib & niat balas dendam bisa jadi awal dari sebuah cinta.
Rasanya dua hal dasar ini yang muncul di pikiran saya ketika menonton film besutan sutradara Wong Kar Wai yang juga dikenal lewat karya-karyanya seperti Fallen Angels (1995), 2046 (2004), dan My Blueberry Nights (2007).
Berkisah tentang Nyonya Chan (Maggie Cheung) dan Tuan Chow (Tony Leung), dua orang yang telah memiliki kehidupan rumah tangga masing-masing dan kebetulan hidup bertetangga di sebuah apartemen kecil. Ada dua hal yang menjadi kesamaan dalam hidup dua orang ini. Mereka sama-sama mengalami kekosongan dalam pernikahan mereka. Tuan Chow jarang mempunyai waktu bersama istrinya karena keduanya sama-sama sibuk bekerja. Terkadang istrinya sudah jatuh tertidur ketika Tuan Chow pulang larut. Tak jauh berbeda dengan rumah tangga Tuan Chow, kehidupan pernikahan Nyonya Chan juga mengalami kekosongan. Suami Nyonya Chan sangat sering pergi ke luar negeri untuk urusan bisnis. Oleh-oleh mulai dari peralatan rumah tangga hingga tas menjadi penebus ketidakhadirannya di sisi Nyonya Chan.
Kecurigaan terhadap pasangan masing-masing mulai muncul di antara diri Nyonya Chan dan Tuan Chow saat mereka menemukan kejanggalan pada benda-benda yang mereka miliki. Dasi milik Tuan Chow yang diberikan istrinya ternyata sama dengan dasi yang dimiliki suami Nyonya Chan dan tas milik Nyonya Chan yang merupakan hadiah dari suaminya ketika bertugas ke luar negeri ternyata sama dengan tas milik istri Tuan Chow. Tidak sampai di situ, setelah beberapa lama ternyata mereka mengetahui pasangan mereka masing-masing sama-sama pergi ke Jepang.
Mungkin perasaan senasib dan niat ingin membalas sakit hati membuat Tuan Chow dan Nyonya Chan mulai dekat. Jika pasangan mereka berselingkuh, mereka sendiri juga bisa melakukan hal yang sama. Namun, lambat laun, disadari atau tidak perasaan cinta mulai tumbuh di antara keduanya. Terhalang oleh latar belakang kehidupan masing-masing, tidak lantas membuat cinta mereka berjalan mulus.
Yang menarik saat menonton film ini adalah cara penuturan Wong Kar Wai yang bisa membuat penonton ikut merasakan bagaimana monoton, bosan, dan hampanya kehidupan rumah tangga kedua tokoh utama tersebut. Wong Kar Wai sengaja tidak menampilkan secara utuh sosok masing-masing pasangan dari Tuan Chow dan Nyonya Chan. Sebagian besar bagian film hanya memperdengarkan percakapan dari suami Nyonya Chan dan istri Tuan Chow tanpa diperlihatkan sosok asli dari kedua orang tersebut. Sesekali kamera hanya menyorot dari belakang sosok keduanya. Mungkin cara ini dipilih sutradara untuk semakin menegaskan kepada penonton bagaimana mereka berdua memang tidak hadir seutuhnya dalam kehidupan Tuan Chow dan Nyonya Chan. Seakan-akan gambaran kehampaan itu dihadirkan dengan cara penuturan Wong Kar Wai ini. Gambaran rutinitas Tuan Chow dan Nyonya Chan yang sesekali dihadirkan lewat slow motion bisa memberikan suasana monoton dan kebosanan dalam hidup mereka.
Sebenarnya ada satu hal lagi yang menarik bagi saya dalam kapasitas saya sebagai penonton dan penikmat film. Terlepas dari penting atau tidaknya adegan berciuman atau sex dalam sebuah film, saya merasa bahwa film ini berhasil menampilkan bagaimana kuatnya perasaan antara kedua tokoh utama tanpa menampilkan kedua jenis adegan tersebut. Lewat dialog, ekspresi, dan gesture keduanya, saya pribadi sudah bisa merasakan apa yang sebenarnya ingin dihadirkan oleh kedua tokoh tersebut.
No comments: