Merenung
Bosankah kau ketika sudah banyak orang menceritakan senja? Betulkah menyeruput secangkir kopi seketika dapat membuka mata batinmu akan makn...
Halaman Rumah
Hujan belum ingin berhenti mengalahkan gersang Bulirnya masih mengalir di kaca jendelaku Lewat jendela itu kupandangi halaman rumah...
Menjejaki Waktu di Kota Penuh Imaji (Ulasan tertulis dan audio tentang Imaginary City karya Rain Chudori)
Di sebuah kota yang belum berhenti membangun dan tumbuh, tiap orang bersinggungan dalam waktu. Di tengah kota yang menawarkan hiruk pikuk, t...
A Journey with My Father's Old Camera
Setelah lama meninggalkan blog , saya kembali. Saya baru tersadar ketika membuka blog bahwa terakhir kali menulis adalah dua tahun lalu. E...
Sebuah Pertanyaan tentang Diri dan Cinta (Komentar tentang film Les Garçons et Guillaume, à table!)
Belakangan ini saya cukup sering melirik film-film yang menjadikan tokoh LGBT sebagai protagonis. Sebut saja, Brokeback Mountain (2005), ...
Dendam Tak Ada Gunanya, tapi Cinta Juga Bukan Penawarnya (Komentar kedua tentang film In the Mood for Love)
Dendam tak ada gunanya , tapi cinta juga bukan penawarnya. Saat masih kuliah, saya pernah menulis opini tentang film In the Mood for...
Di Antara Cermin
Cahaya terpancar dari darah yang mengalir di antara pecahan cermin Ia tak terperanjat, ataupun gemetar Aneh. Matanya bahkan berbina...
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)
